Kamis, 25 September 2008

BUKU HARIAN YANG TERBUANG

Ini bukan kisah tentang hari-hari yang terbuang.
Bukan pula kisah tentang buku-buku yang terbuang.
Tapi ini benar-benar kisah tentang sebuah buku harian yang “terbuang”.
Sebenarnya lebih tepat : “Buku Harian yang Dibuang” (dalam arti sebenarnya). Itu sebabnya saya pakai tanda kutip pada kata terbuang, alasannya supaya enak didengar saja.

“ Saat kelas satu SD, buku yang masih kosong itu rapi tersimpan, karena memang tidak bisa digunakan untuk menulis pelajaran.

Suasana hati ibarat malam kelabu, tak ada manusia satu pun. Hari pun berlalu, dan pagi datang bersama cahaya yang menghangatkan, manusia pun bersibuk ria. Ketika tiba saatnya malam datang, kelabu pun muncul kembali, membuat hati kecil itu semakin resah dalam diam. Sambil memandang langit-langit, tak sengaja pandangan terpaku pada rak teratas, di sana ada pula seorang yang sedang sendiri.

Seiring berjalannya waktu, hati kecil dan Sisi bersahabat baik. Ya, buku itu punya nama. Kini, saat awan kelabu datang menghunjam ataupun saat gembira datang membanjiri kalbu, tak resah lagi hati itu.

Tahun demi tahun pun berlalu, Sisi pun beranak pinak. Hati yang dulu kecil, kini bertumbuh dengan suburnya. Ada kalanya awan-awan kelabu datang mengganggu. Awan kelabu yang sama, yang dulu sering datang mengganggu, yang membuat hati kecil resah tak karuan. Bila saat-saat itu datang kembali, dibaliknya lembar per lembar, dibacanya kembali apa yang pernah ditulis, semua permenungannya saat itu, dan seketika itu pula awan tak lagi kelabu. Ya, hati yang dulu kecil, tak lupa untuk belajar dari pengalaman.

Sekarang, saat hati itu menemukan tambatannya, Sisi pun melebur. Secara fisik, tak lagi terjamah. Ya, tambatan hati itu hidup. Bersama menjalani tawa dan tangis.

Hingga saat itu pun datang, dimana cinta, kesadaran, kenikmatan, kebahagiaan, dan pengharapan senantiasa hidup dalam segala lakon dunia ini.

Akhirnya,
Dimana tangis menjadi tak memilukan dan tawa tak menjadi euforia...
Keseimbangan pun datang...
Dan terciptalah sebuah simfoni penuh harmoni....
Di mana Aku dan aku, sama adanya.”

Dalam Karya dan Cinta
Namaste

Selasa, 26 Agustus 2008

Bagaimana Buah Dicerna?

Merupakan pengetahuan baru bagi saya. Sebenarnya tidak benar-benar baru. Dulu saat masih menyandang gelar ”dokter muda” (belum jadi dokter) alias S.Ked (Sarjana Kedokteran), yang notabene juga anak kos, saya gemar sekali ikut berbagai seminar. Bersama teman-teman, kami berpakaian rapi, dan dengan PD melakukan registrasi walau tanpa undangan di tangan. Kami sangat beruntung, tidak pernah sekalipun kami diusir keluar.

Tujuannya bisa ditebak. Seminar-seminar yang kami datangi selalu diadakan di hotel. Dan ”hotel” identik dengan ”makan enak”. Sejujurnya itulah tujuan utama kami. Bisa makan enak dan gratis.

Dari seluruh pengetahuan yang saya dengar saat seminar, hanya satu kalimat yang terngiang-ngiang di pikiran saya sampai saat ini. Kalimat ini diucapkan oleh salah seorang Guru Besar, yang akrab kami panggil Prof. Askandar. Beliau berkata, ”Sebaiknya buah-buahan dikonsumsi sebelum makan. Yang selama ini kita lakukan adalah mengkonsumsi buah setelah makan”

Kalimat itu hanya terngiang-ngiang saja, dan jarang sekali saya lakukan anjuran beliau. Sampai suatu saat, saya mengenal FOOD COMBINING. Salah satu prinsipnya adalah ”Makan Buah dengan Benar”. Bagaimanakah itu? Ternyata prinsipnya sama dengan yang pernah dikatakan oleh Profesor saya dulu.

Berikut ini, mungkin dapat menjadi informasi yang berguna bagi teman-teman yang membutuhkannya. Saya ringkas dari ”The Complete Book of Food Combining” oleh Kathryn Marsden (ahli nutrisi), ”Food Combining-Kombinasi Makan Serasi” oleh ibu Andang W. Gunawan (praktisi Food Combining dan ahli terapi nutrisi) dan Bpk.Wied Harry Apriadji (ahli gizi dan praktisi Food Combining).


PRINSIP PENCERNAAN BUAH-BUAHAN OLEH TUBUH KITA
A. Buah dimakan sendirian = dicerna tanpa usaha
B. Buah dimakan bersama makanan lain = tidak terlalu lancar

BUAH DIMAKAN SENDIRIAN = DICERNA TANPA USAHA
Buah-buahan sangat sedikit dicerna di dalam mulut dan sama sekali tidak dicerna di dalam perut. Tidak seperti penguraian protein dan pati yang menyerap banyak energi dari tubuh saat mereka melewati proses pencernaan, buah-buahan sangat sedikit membutuhkan energi. Jika dimakan tanpa makanan lain, buah-buahan dapat dengan cepat dan efisien bergerak ke proses pencernaan tahap berikutnya : usus halus.
Begitu berada di usus halus, berbagai jenis gula, vitamin, dan mineral alami dalam buah yang kita makan tadi dapat diserap dengan cepat. Ini sangat bermanfaat bagi tubuh kita.

BUAH DIMAKAN DENGAN MAKANAN LAIN = TIDAK TERLALU LANCAR
Bila buah-buahan (baik buah potong ataupun jus) dimakan/minum dengan atau sesaat setelah makan, pencernaan buah-buahan tersebut (yang sebenarnya cepat) akan tertunda dan tubuh akan kehilangan sebagian besar manfaatnya. Tidak itu saja, bahkan makanan lain pun menjadi rusak. Proses fermentasi atau pembusukan dapat terjadi lebih cepat, bakteri-bakteri mulai bekerja. Protein dan pati yang kita makan berfermentasi, menyebabkan keasaman, perut kembung, panas, dan gas (berbagai macam gangguan perut). Dengan demikian kita tak mendapatkan hasil maksimal dari pencernaan buah ataupun makanan lain yang dikonsumsi.

JADI........
BAGAIMANA SEBAIKNYA CARA KITA MAKAN BUAH-BUAHAN ?

  1. Makanlah buah, satu macam maupun beberapa, tidak dicampur dengan makanan jenis lain. Berilah tenggang waktu minimal 10-15 menit sebelum mengkonsumsi makanan lain. Diharapkan dalam waktu 10-15 menit, buah sudah tercerna dan zat-zat bergizinya sudah diserap oleh tubuh.
  2. "Saat perut kosong" berarti pada pagi hari, sesaat setelah bangun, sebagai kudapan di antara waktu-waktu makan, atau sebagai makanan pembuka, 10-15 menit sebelum waktu makan.
  3. Makanlah buah atau minum jus buah sedikit-sedikit agar tidak mengakibatkan lonjakan kadar gula darah secara mendadak.
  4. Ganti camilan Anda dengan buah. Boleh saja mengudap buah sepanjang hari, asal sekitar setengah jam sebelum makan, stop makan buah.

Nah, demikian sedikit informasi yang bisa saya bagikan. Semoga bermanfaat. Bila ada kekurangan, mohon komentar dan masukannya.

Hidup Bahagia dan Sehat?
Saya yakin, pasti kita semua mendambakannya.
Salam Sehat !!

Kamis, 21 Agustus 2008

Cerita Klasik

Ada cerita.
Sebelumnya mohon maaf bila ada kata-kata saya yang kurang tepat. Ini hanya sekedar curahan hati.


Kemarin ada tema
n yang "sms" dari suatu daerah terpencil, sekarang disana udah ada sinyal, nyong dan nona sudah pada pegang HP. Hebat ya....
Dia tanya, anaknya umur 4 bulan sakit batuk pilek, obat apa yang bagus?
Tapi bukan ini yang mau saya bicarakan. Bukan masalah batuk pilek dan
obat2nya.
Saya heran, lho kamu sudah punya anak? Selamat ya.....

Kemudian dia balas lagi, iya, nikahnya bulan juni kemarin. Sepintas, saya merasa heran, berarti....(ga usah diterusin). Tapi kemudian, saya sadar, saya lupa bahwa hal semacam ini sudah biasa disana. Jadi tidak ada permasalahan. Titik.

Selama saya bertugas disana, hal semacam ini pertama memang mengherankan, lama-lama biasa juga.
Bila si nona sudah diminta (baca : dilamar) berarti sang pria sudah boleh memetik hasilnya, sudah boleh hidup serumah, dsb. Walaupun itu belum
disahkan oleh Gereja.
Bukannya gereja tidak peduli, tapi adat disana lebih "berkuasa", para "pejabat" gereja kadang juga tidak bisa apa-apa, selain berusaha untuk memberikan
pencerahan. Tapi sampai sekarang, rupa-rupanya adat'lah yang masih berkuasa.

Di satu sisi, memang baiklah masih berpegang pada adat setempat, apalagi bila adat itu baik adanya, baik tujuannya. Untuk hal semacam ini, apakah bisa kita bicara tentang moral? Mau bicara apa? Moral dianggap menyimpang bila tidak sesuai dengan adat kebiasaan dalam masyarakat itu. Sedangkan dalam hal ini, masyarakat setempat juga berperilaku demikian, berarti tidak ada yang menyimpang kan?

Di sisi lain, kadang memprihatinkan. Kadang saya bertanya-tanya, apakah hal semacam ini dapat menjurus ke arah perilaku sex bebas? Dan bila ini terjadi, dapat diprediksi pula di masa depan, "Penyakit Menular Seksual" yang sudah tinggi di daerah tsb, dapat menjadi lebih tinggi lagi. Membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk mengatasi hal ini. Bukankah dana yang ada lebih baik digunakan untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat di sana? Atau untuk meningkatkan daya tarik daerah wisata yang eksotis di sana? Bila banyak wisatawan datang, pasti pendapatan juga akan meningkat. Dan masyarakat di sana bisa hidup dengan lebih sejahtera.

Salam damai untuk Indonesiaku.....Semoga kau selalu SEHAT dan SEJAHTERA....

Minggu, 17 Agustus 2008

aNaK

Suatu saat, dalam kelompok renungan, pembicara berkata, jangan mengeksploitasi anakmu untuk kepuasan dirimu (baca:orang tua). Contoh sederhana, si anak dimasukkan ke sekolah swasta yang mahal, hanya untuk gengsi, untuk mengangkat derajat orang tua, padahal sebenarnya bisa saja anak mendapatkan pendidikan yang berkualitas baik di sekolah lain yang lebih murah, dan masih banyak contoh lainnya.

Di akhir acara, kami bersalam-salaman. Seorang ibu menyalami pembicara itu, beliau berkata, "Pak, minta doa'nya ya, moga2 anak saya segera dikasi momongan." Pembicara balik bertanya,"Lho, memangnya kenapa kok pingin punya cucu?" Ibu itu menjawab dengan antusiasnya, "Buat hiburan saya, pak" (suami ibu itu sudah meninggal). Aku yang kebetulan ada di dekatnya langsung tertawa keras, dalam hati aku berkata, "Walah, kena deh, ibu ini" Betul saja, si pembicara langsung kaget, "Wah, kasian cucunya cuma mau dijadiian hiburan, kaya barang aja ......." Si ibu tersenyum simpul .....

Sampai rumah aku bertanya-tanya, "Sebenarnya kenapa aku ingin punya anak?"

Heran, tak kutemukan alasan yang lebih baik dari ibu tadi.....

Namaste